Minggu, 19 Oktober 2008

musuh alami

musuh alami, apa pendapat mahasiswa IPB?

Musuh alami itu salah satu cara pengendalian yang cukup bagus diterapkan di Indonesia. Walaupun butuh waktu yang lama supaya gulma mati / terkendali, tetapi musuh alami termasuk pengendali yang ramah terhadap lingkungan. Teatapi perlu juga dipelajari apa akibatnya apabila musuh alami berlimpah. [Kirstina Simamora, C54060235]

penggunaan musuh alami sekarang ini di Indonesia sangat perlu dikembangkan lagi. kebanyakan petani Indonesia masih menggunakan bahan kimia yang sangat membahayakan lingkungan, mungkin mereka menggunakan itu dikarenakan harganya masih terjangkau dan kurang tahunya para petani terhadap adanya metode yang lebih aman yaitu menggunakan agen biologi yaitu musuh alami. oleh karena itu, kita sebagai orang yang berpendidikan perlu mengadakan penyuluhan guna memberikan wawasan tentang penggunaan musuh alami supaya lingkungan atau ekosistem dapat berjalan aman dan alami. [Azim Kholis, G24070036]

penggunaan musuh alami cukup efektif digunakan karena tidak mengeluarkan biaya yang besar. kita hanya cukup mendatangkan musuh alami tersebut ke perkebunan tanpa merusak lingkungan. karena pemberantasan gulma dengan pemangkasan memerlukan waktu lama dan gulma tidak akan mati karena kita hanya memangkasnya saja. sedangkan penggunaan herbisisda, yaitu menggunakan bahan kimia, dapat merusak lingkungan atau ekosistem, mengakibatkan polusi, dan biayanya besar. meskipun begitu, musuh alami harus tetap dipantau agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan baru. [Dilla Angraina, G24070034]

menurut saya, penggunaan musuh alami di Indonesia masih kurang disosialisasikan. karena banyak orang yang masih menggunakan obat-obatan kimia seperti pestisida dan herbisida dalam melakukan perawatan tanaman. padahal musuh alami lebih ramah lingkungan dari pada bahan kimia sintetik yang notabene menyebabkan polusi, harga mahal, serta dapat mengurangi unsur hara tanah. seharusnya departemen pertanian / pihak pemerintah rajin memberi sosialisai para petani Indonesia agar menggunakan musuh alami, sehingga nantinya lingkungan kita lebih sehat dan tidak terkontaminasi oleh bahan kimia yang berbahaya bagi makhluk hidup. [Firdana Ayu Rahmawati, G24070030]

menurut saya, kurangnya minat rakyat pertanian dalam penggunaan musuh alami karena kurangnya sosialisasi dan pendidikan tentang pertanian kepada masyarakat tentang pertanian kepada masyarakat pertanian yang rata-rata miskin atau menengah ke bawah. bagaimana tidak, lulusan IPB saja pada melanglang buana pekerjaannya ke perbankkan, penyiaran, dll. bukan turun jadi petani. jadi pendidikan gulma di kampus diterapkan di bank. [Rini Utami M, G24070006]

penggunaan msusuh alami di Indonesia baik selama dilakukan penelitian terhadapa jenis musuh alami yang digunakan, di mana musuh alami tidak menyebabkan kerugian bagi organisme atau faktor abiotik lainnya. selain itu, musuh alami sebaiknya dikembangkan oleh Indonesia sendiri, tidak diimpor terus menerus dari luar negeri. [Rizka Rahma Dewi, C54063418]

musuh alami di Indonesia kurang efektif akrena banyaknya lahan prtanian di Indonesia yang sudah habis dilalap pleh hama. musuh alami hanya mengurangi beberapa persen perkembangbiakan hama. akan tetapi sudah cukup lumayan. selain itu, musuh alami juga masih mempunyai musuh. oleh karena itu, musuh alami perlu dikembangkan untuk membantu pembasmian hama. [Rendra Edwuard, G24070063]

tidak selamanya penggunaan musuh alami itu baik atau selalu bermanfaat. terkadang juga dapat menjadi masalah. tetapi mungkin dengan ketelitian yang lebih baik lagi musuh alami dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. [Kristian I, G24070042]

pengawasan penggunan tidak terlalu ketat di mana cenderung musuh alami itu malah berkembang terlalu pesat dan merusak keseimbangan ekologi. ini menjadi masalah baru yang harus dicari solusinya. maka untuk mengurangi kemungkinan ini, pengujian, pengawasan, serta perijinan terhadap musuh alami harus diperhatikan dan dilaksanakan. jangan hanya karena akan mengurangi penggunaan unusr kimiawi saja sebagai solusi, kita malah merusak keseimbangan ekologi dengan menggunakan solusi musuh alami yang berlum teruji aman. [Fitrie Atviana N, G24070001]

penggunanan musuh alami kurang efektif karena dapat menyebabkan semakin banyaknya tumbuhan pengganggu/ parasit baru... apalagi di Indonesia di mana manusianya kurang disiplin terhadap suatu hal dan sukanya berlebihan. [Adita Dwi N, C54062990]









Selasa, 14 Oktober 2008

Letter Save Our Surrunding VI

Mobil dan Sorgum

Biofuel merupakan salah satu energi alternatif yang cukup lama dikenal manusia. Biofuel biasa digunakan untuk berbagai jenis mobil hibrida, yaitu mobil dengan menggunakan campuran dua bahan bakar.

Pada saat ini ada dua mobil biofuel yaitu biosolar (95 % solar + 5 % bahan nabati dari kelapa sawit atau jarak pagar) dan biobensin (95 % bensin + 5 % etanol). Jika menggunakan 20 % bahan nabati maka akan diperlukan suatu modifikasi khusus terhadap mesin kendaraan. Penelitian mengenai pengembangan mesin dan biofuel sendiri masih dilakukan.

Biobensin sering disebut juga bioetanol.Secara umum pembuatan etanol terdiri dari proses persiapan bahan,pra perlakuan dengan steam, hidrolisis selulosa dan fermentasi dengan menggunakan enzim dan kapang, dan destilasi untuk memperoleh etanol murni. Tahapan ini dilakukan pada sejumlah reaktor besar. Etanol yang digunakan untuk biobensin biasanya berasal dari ekstrak tebu, jagung, dan singkong. Baru-baru ini dikembangkan ekstraksi etanol dari sorgum
manis.

Di Cina dan Italia telah dimulai pengembangan ekstraksi etanol dari sorgum dengan nama proyek ECHI-T. Pengembangan ini memilki beberapa keuntungan antara lain:

- promosi keuntungan ekonomi domestik dari pengembangan energi baru yang bersih dan terbarukan dari sumber alam domestik

- keuntungan lingkungan : pengurangan emisi CO2 dan penurunan emisi polutan di lingkungan perkotaan ketika biobensin digunakan di sektor transportasi

- lapangan kerja baru khususnya di daerah pedesaan

- desentralisasi produksi energi ke daerah terpencil

- sumber devisa baru

- kemungkinan transfer teknologi ke dareah lain

- dasar dari perdagangan karbon dan negosiasi antar negara

Informasi mengenai ECHI-T dapat diperoleh melalui eta.fi@etaflorence.it.

Jika di Cina dan Italia telah dimulai pengembangan sorgum manis sebagai sumber biobensin, maka di Indonesia masih melakukan banyak penelitian menggunakan jarak pagar dan tebu. Beberapa daerah di Jawa Barat telah memulai produksi etanol dari singkong. So, let’s drive with green!

Minggu, 12 Oktober 2008

1 hari kemudian...[September 11, 2008 5:28 PM]

1 hari kemudian…

Ketika semua berubah menjadi terasa menyenangkan, bahkan kita, generasi yang ‘terpilih’ masuk Biologi, mulai memasuki semester akhir perjalanan kuliah. Apa yang terjadi adalah suatu yang cukup aneh dan mengagumkan. Ketika pertama datang menjejak ke lantai 5, teringat TPB pernah responsi di bio 4 (sebelum jadi lab), gundah terasa. Ngapain di Biologi? Hafalan dan praktikum melulu.

42 anak pun bercerita. Kita dahulu punya sekitar dua kali lipat dari number angkatan. Berangkat memadu romantisme berjalan bersama dalam satu bus, sambil menghafal morfologi xylem floem, menggunting ‘kromosom’, atau melototin struktur kimia glukosa. Lalu, masa lalu itu berkurang. Sekurang 42 anak yang ‘hilang’ beberapa. Begitu tidak menarikkah Biologi?

Generasi berikutnya masih terpaksa mencium aroma ketidakpuasan. Tidak terlalu berbeda. Hanya saja mereka tidak mengalami romantisme perjalanan bus bahkan kehilangan sepatu di masjid As Syifa PMI. Mereka lebih beruntung lab sudah di Darmaga-walau dengan beberapa kesibukan dan tidak sengaja melihat ‘kesengsaraan’ pegawai Fapet. Kenyamanan fasilitas tidak membuat generasi ini betah. Sekarang beberapa individu unggul pun lenyap (lagi). Eksting dari Biologi.

Conserve Us!

Itu dulu. Yang masih bisa sintas dalam perjalanan panjang Biologi sekarang sedang menikmati masa indahnya kuliah. Ada yang hilang dari praktikum 42. Kita kehilangan bau keringat dari jas lab yang’ hampir’ tiap hari dipakai. Tidak terasa, bahkan, praktikum seperti bukan praktikum lagi. 43 pun terlihat gila [positive, I hope it] menikmati hidup barunya.

Sementara itu 44 menyapa dengan senyum dan kepasrahan. One of them said in their ‘buku angkatan’, visi dan misi saya masuk Biologi adalah ingin lebih dekat dengan alam sekitar, bisa belajar banyak tentang alam dan makhluk hidup, dan bisa bermanfaat untuk alam dan semua lingkungannya. Yang lain bilang ‘aku ingin jadi peneliti terutama di bidang mikrobiologi!’. Ujung-ujungnya dari sudut lain berteriak ‘I want to be a scientist of biotech & genetic!’. Satunya lagi dengan legowo berkata ‘saya ingin menumbuhkan jiwa cinta alam dan kehidupan dan menjadikan biologi sebagai suatu kegemaran’..dan masih saja 42 'bermain' dengan mereka. just for fun...

Embrio telah berkembang menjadi juvenil dan mature. Tanpa bersiklus, kini embryo baru bermunculan dengan membawa semangat yang lebih. Lebih dari dua angkatan mayor minor pertama. Welcome 44. You have a good start!

Dan 41 pun mulai berguguran, sudah waktunya senesense dan meregenarasi ‘sel’ berikutnya….

2 hari kemudian...[September 10, 2008 7:05 PM]

2 hari kemudian...

Segala perjalanan panjang Himabio akan kembali terulang membuat sejarah baru dalam kehidupan Biologi yang penuh diversitas, dengan makna harfiah atau konstektual. Segala hambatan dan rintangan telah terlalui. Namun, tantangan baru harus siap dijawab kita dan generasi selanjutnya.

Lebih dari 10 tahun Himabio berdiri, berbagai prestasi telah dicapai. Namun, saya belum melihat adanya dokumentasi yang masih tersimpan rapi dari awal terbentuknya Himabio yang akan menambah kebanggaan dan kecintaan kita terhadap Biologi. Himabio masih butuh bantuan dari para 'pendahulu' untuk menceritakan apa yang terjadi di masa lampau. (seperti Avatar Rokku yang menceritakan kisah hidupnya pada Aang, Avatar selanjutnya, he he). Kami butuh engkau, namun kami belum menemukan engkau dan masih segan bertanya padamu.

Masyarakat Biologipun masih belum mengamalkan ilmunya. Kita hidup saling bergantung seperti rantai makanan. Namun, kita dapati sekelompok individu lebih sering berinteraksi dengan beberapa individu lain saja. Dan Himabio masih belum bisa mengkondisikannya. Yang paling penting Himabio masih belum bisa membuat semua yang berada di departemen Biologi bangga dengan ilmunya.

Himabio sudah dewasa, bahkan bisa dikatakan separuh baya. Apakah kedewasaan usia tercetak pada semua individu pelaku interaksi di Biologi? Apakah belajar di Biologi memang harus 'full' belajar sementara kita menutup mata terhadap sekitar kita? Apakah tugas yang belum terlaksana pada masa dahulu telah didelegasikan ke depan?

Himabio 08 mempunyai titipan berat dari para orang tua kita. Saya, mewakili Himabio, merasa tidak mampu melaksanakannya sekarang. Mohon dicatat dan diingatkan lagi pada generasi setelah kita. Kita belum mengabdi pada masyarakat.

banyak lagi yang belum dapat kita lakukan. Dan Kegiatan rutin penghijauan dapat lebih membangun masyarakat jika kita terus memantaunya. Biologi on Training diharapkan mampu menyentuh lapisan masyarakat. Kegiatan seminar belum ada hasil yang bisa bermanfaat bagi masyarakat. Mungkin masih yang pasti bisa kita lakukan adalah, coba untuk membuang sampah pada tempatnya, tidak susah bahkan menjadi contoh.

Segala kegiatan terkesan hanya menonjolkan aspek sponsorship dan dogma pengembangan diri bersosialisasi yang masih sering rancu dalam pengartiannya. "Yang penting ga defisit" adalah panduan utama dalam kegiatan. Apakah hanya dana dan popularitas yang ingin kita capai? Namun saya yakin akan ada 'sesuatu yang baik' yang bisa diperoleh para pelaku kegiatan.

Himabio sudah harus dewasa. Harus melakukan revolusi, jika evolusi masih diperdebatkan. Revolusi menuju arah lebih baik. Himabio akan tetap tidak terdengar jika semua populasi Biologi tidak mau meneriakkannya.

Himabio adalah macan (pantaskah menyebut diri 'macan') ompong tanpa kehadiran masyarakat Biologi!

Himabio belum mencapai visi dan misinya...
dan setidaknya kami masih berusaha...